Minggu, 22 Juni 2014

tugas 8(1)



Judul buku      : Pengembangan Model Pembelajaran Inovatif Melalui Pendekatan In House                                    Training Kearifan Budaya Lokal

Penulis             : Muniroh Munawar, Agung Prasetyo, Ratna Wahyu Pusari






RINGKASAN



A
wal kehidupan anak merupakan masa yang paling tepat dalam memberikan dorongan ataupun upaya pengembangan agar anak dapat berkembang secara optimal. Akan tetapi, pada kenyataannya kesadaran dan kepedulian terhadap pendidikan sejak dini masih menyisakan banyak persoalan. Berbagai masalah tersebut antara lain: PAUD yang belum merata ke setiap pelosok dan penjuru daerah; komitmen dan kebijakan operasional pemerintah  yang tidak sinergis; pengetahuan dan kesadaran orangtua tentang PAUD masih kurang; keterlibatan masyarakat yang rendah dalam penyelenggaraan PAUD; dan pengelolaan PAUD yang belum profesional.
Pembelajaran adalah proses interaksi anak didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Depdiknas – UU Sisdiknas, 2003: 4). Pembelajaran menurut behaviorisme adalah upaya pendidik untuk membantu anak didik melakukan kegiatan belajar sehingga menghasilkan perubahan perilaku pada anak didik (Tulus Tu’u, 2004: 64). Dari definisi tersebut, jika dihubungkan dengan pendidikan usia dini maka kita dapat

mengatakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi anak usia dini dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk membantu membimbing anak belajar dengan baik sesuai dengan tahap perkembangnnya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Pembelajaran di PAUD pada dasarnya menerapkan esensi bermain karena bermain merupakan dunia kerja anak usia prasekolah. Menurut Anggani Sudono (2000:1) bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak.
Pembelajaran inovatif merupakan bentuk pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan dapat memfasilitasi perkembangan dan kebutuhan anak khususnya di Paud. Pembelajaran inovatif menghindari pembelajaran konvensional yang masih seringkali terjadi pada praktik pembelajaran di sekolah, dimana guru masih mendominasi atau sebagai pusat dari kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran inovatif di Paud memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut : 1). Inovatif pada materi / kegiatan, 2). Inovatif pada metode, 3). Inovatif pada alat peraga.
Banyak istilah yang digunakan untuk menunjukkan pendidikan/pelatihan yang diperuntukkan untuk para guru sebagai bentuk pengembangan personil. Istilah-istilah tersebut antara in-house training, in-service training, in-service education, up-grading. Hidari Nawawi (1983: 113), memberikan pengertian in-service training sebagai usaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dalam bidang tertentu sesuai dengan tugasnya, agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam melakukan tugas-tugas tersebut. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa program in-service training ini diperlukan banyak guru-guru muda yang belum dapat pengalaman dan bekal yang cukup dalam menghadapi pekerjaannya.
Sementara itu, Bernadin dan Russel (1993) mengemukakan bahwa proses dasar kegiatan pelatihan ini meliputi: penilaian kebutuhan, pengembangan dan evaluasi. Secara lebih rinci hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang suatu program pelatihan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Kebutuhan nyata akan pelatihan
2) Perumusan tujuan pelatihan
3) Pemilihan strategi dan metode pelatihan, ada beberapa metode yang lazim digunakan dalam pelatihan, diantaranya: (a) Latihan dilapangan; (b) Simulasi; (c) Metode kasus; (d) Latihan mandiri; (e) Seminar;
4) Penyusunan komposisi silabus
5) Pembiayaan program latihan; dan
6) Evaluasi program penataran /pelatihan.
Dalam pembelajaran anak usia dini, tema berfungsi untuk menyatukan isi kurikulum dalam dalam satu perencanaan yang utuh (holistik), memperkaya perbendaharaan bahasa anak didik, membuat pembelajaran lebih bermakna dan membantu anak mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas. Jadi tema merupakan aktualisasi konsep minat anak yang dijadikan fokus perencanaan atau titik awal perencanaan dalam proses pembelajaran. Untuk menyaipkan pembelajaran berbasis kearifan budaya lokal maka tema yang dipilih untuk dikembangkan di PAUD disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing. Pemilihan tema di PAUD hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1) Kedekatan : tema hendaknya dipilih dimulai dari tema yang terdekat dengan kehidupan anak kepada tema yang semakin jauh dari kehidupan anak. Contoh tema-tema di atas secara umum sudah disusun dari hal yang terdekat dengan anak (tema “diri sendiri” ) sampai hal yang terjauh tema (tema “alam semesta”) tetapi secara khusus, kondisi setiap kabupaten/kota di indonesia beragam (tidak sama)

2) Kesederhanaan : tema hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang sederhana kepada tema-tema yang lebih rumit bagi anak. Apabila contoh tema-tema diatas masih terlalu rumit dan luas, guru dapat menentukan tema yang lebih sederhana agar tema dapat lebih efektif dan fokus.

3) Kemenarikan: tema hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang menarik minat anak kepada tema-tema yang kurang menarik minat anak. Tema-tema tertentu dapat dibuat lebih menarik dan dibedakan antara tema TK kelompok A dan TK kelompok B, agar anak didik tertarik dan tidak akan membosankan anak karena pengulangan tema yang sama dengan sub tema yang sama.

4) Keinsidentalan : peristiwa atau kejadian di sekitar anak (sekolah) yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung hendaknya dimasukkan dalam pembelajaran walaupun tidak sesuai dengan tema yang dipilih pada hari itu. Keisnsidentalan peristiwa perayaan yang ada disekitar anak juga dapat di angkat menjadi tema atau sub tema. Sesuatu yang insidental dapat diangkat menjadi sub tema “perayaan atau special event” dan masuk ke setiap tema yang sudah ada, tujuannya agar anak mendapat pengalaman yang bermakna pada peristiwa khusus walaupun hanya beberapa hari atau satu minggu.
Pada asesmen awal penelitian tindakan “Pengembangan Model Pembelajaran Inovatif melalui Pendekatan In House Training Berbasis Kearifan Budaya Lokal”, diperoleh data kuantitatif dari rating scale yang diisi oleh peneliti. Peneliti mengumpulkan dokumen perencanaan, merefleksi dokumen tersebut dan mengisi rating scale sesuai dengan kondisi dokumen-dokumen perencanaan yang ada. Dari deskripsi data asesmen awal dapat diketahui bahwa kemampuan kader pos paud masih sangat rendah dalam merancang pembelajaran inovatif berbasis kearifan budaya lokal, oleh karena itu pada siklus I, peneliti membuat perencanaan dengan memberikan materi in house training yang sesuai dengan kebutuhan guru yaitu pembelajaran inovatif khususnya materi kegiatan pembelajaran dan APE yang inovatif di paud.

Berdasarkan analisis komponen tersebut dapat dianalisis tema sebagai berikut: Pendidik/Kader dalam merancang pembelajaran di Pos PAUD belum memahami keterpaduan antara tema pembelajaran yang dipilih – indikator – materi – kegiatan – media pembelajaran sebagaimana sesuai dengan prinsip pendekatan pembelajaran terpadu (tematik); dan materi – kegiatan – media (APE) yang dipilih belum mengembangkan kearifan budaya lokal.
Pada siklus II ini, para kader pos paud diajak kembali merancang model pembelajaran yang inovatif yang sesuai dengan kurikulum berbasis kearifan lokal melalui kegiatan in house training dengan memberi materi mengenai model pembelajaran tematik berbasis kearifan budaya local. Setelah mendapatkan materi, pendidik/kader mencoba membuat perencanaan pembelajaran kembali untuk selanjutnya dilakukan analisis komponen. Berdasarkan analisis komponen tersebut dapat dianalisis tema sebagai berikut: Pendidik/Kader dalam merancang pembelajaran di Pos PAUD sudah memahami keterpaduan antara tema pembelajaran yang dipilih – indikator – materi – kegiatan – media pembelajaran sebagaimana sesuai dengan prinsip pendekatan pembelajaran terpadu (tematik); dan materi – kegiatan – media (APE) yang dipilih sudah mengembangkan kearifan budaya lokal.

Selanjutnya, dokumen perencanaan yang dibuat pendidik pada siklus II dianalisis kuantitatif dengan rating scale untuk mengetahui kondisi akhir kemampuan pendidik dalam merancang model pembelajaran inovatif berbasis kearifan budaya lokal. Secara keseluruhan total nilai asesmen awal dan akhir dibandingkan untuk mengetahui peningkatan kemampuan guru dari asesmen awal s.d asesmen akhir. Jika pada siklus I (asesmen awal) diketahui bahwa kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran inovatif berbasis kearifan budaya lokal mempunyai nilai rata-rata antara 1 s.d 1,9. Sedangkan pada siklus II mempunyai nilai rata-rata antara 2,7 s.d 3,6. Hasil nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran inovatif berbasis kearifan budaya lokal melalui pendekatan in house training.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya meningkatkan kompetensi tutor/pendidik paud dalam merancang model pembelajaran yang inovatif berbasis kearifan budaya lokal, yaitu jika pada siklus I (asesmen awal) mempunyai nilai rata-rata antara 1 s.d 1,9 sedangkan pada siklus II mempunyai nilai rata-rata antara 2,7 s.d 3,6. Hasil nilai rata-rata tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran inovatif berbasis kearifan budaya lokal melalui pendekatan in house training. Peningkatan kemampuan pendidik tersebut secara kualitatif dapat dideskripsikan sebagai berikut: a). Pendidik sudah menentukan tema pembelajaran yang sesuai potensi lokal; b). Tema-tema yang dipilih sudah berbasis kearifan budaya lokal; c) Adanya kesesuaian antara indikator dengan materi pembelajaran; d) Adanya kesesuaian antara tema dengan kegiatan pembelajaran; e) Adanya keterpaduan antara materi pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan anak; f) Media pembelajaran (APE) sudah memanfaatkan potensi budaya lokal.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar